Langsung ke konten utama

Budget versus Actual


Berpuluh-puluh artikel di-web maupun entri di-blog yang membahas tentang tips liburan murah ke Singapore, nampaknya kurang signifikan ketika kurs dollar Singapore saat ini menembus angka 9,466 rupiah. Namun, karena tergiur dengan tiket murah Surabaya-Singapore yang bahkan harganya lebih murah ketimbang airport tax bandara internasional Juanda, akhirnya kami berangkat juga ke Singapore. Karena semua harga barang, makanan, transportasi, dan penginapan di Singapore mahal-mahal, akhirnya saya membuat budget itinerary sebelum berangkat ke Singapore sebagai alat kontrol supaya gak kalap ketika disana.

Kita, orang Indonesia, terbiasa menggunakan mata uang dengan nominal yang mengandung minimal dua angka nol hingga lima angka nol. Jadi, ketika kita pergi ke Negara dengan pecahan uang bernominal rendah tapi bernilai besar, kita akan cenderung merasa harga barang di Negara tersebut murah. Misal, ketika kita melihat penjual es krim pinggir jalan yang menjual es krimnya dengan harga SGD 1.2, kita akan langsung menganggap es krim tersebut murah, apalagi kalau di dompet isinya duit pecahan 50/100 dollar. Padahal, ketika dikonversikan ke rupiah, harga es tersebut lebih dari Rp 10,000, dan kalau di Indonesia, harga segitu, kita sudah bisa membeli es krim MAGNUM yang iklannya aja exclusive banget.

Jadi sarannya, kalau mau belanja di Singapore, jangan lupa dikonversikan dulu ke rupiah, deh. Karena, sadar diri aja, kita jadi buruh di Indonesia, gaji pake rate Indonesia, jangan sampai duit kebuang-buang buat beli barang dengan rate Singapore.

Nge-nes-nya lagi, pas kita jalan-jalan ke Johor Bahru, Malaysia, harga barang disana “mirip-mirip” seperti di Singapore. Misalnya aja, harga es krim sundae di McD, kalo di Johor harganya MYR 3, kalau di Singapore SGD 2.6. Mirip, kan? Tapi aktualnya, kalau di-rupiah-kan beda banget tuh. Yang satu harganya sepuluh ribuan rupiah, dan yang satunya lagi 25 ribuan rupiah (MYR 1 = IDR 3,400). Hampir tiga kali lipatnya tuh.

Paling sedihnya lagi, waktu kita nyobain masuk ke dalam casino di sentosa island. Wuuiiihhh, bener-bener tuh tempat buat buang duit. Dollar pula yang dibuang-buang. Nenek-nenek aja, banyak yang ikutan main di sana. Gak salah, kalau salah satu surat kabar Indonesia sampai-sampai memberi judul artikelnya “Surga Dunia di Pintu Neraka.”

Tapi, yasudahlah. Yang penting kita enjoy menikmati culture shocking, terutama yang berkaitan dengan duit ini.

Berikut budget itinerary yang saya susun sebelum berangkat ke Singapore. Budget tersebut untuk alokasi empat traveler. Dan, belum termasuk tiket pesawat, snack, oleh-oleh, dan barang gak penting lainnya.


Dari itinerary di atas, venue/attraction yang gak sempet dikunjungi adalah Glass Temple di Johor Bahru, serta NTU dan Red Dot Museum di Singapore. Sedangkan venue/attraction tambahan di luar itinerary di atas adalah permainan Skyline Luge di sentosa island seharga SGD 13 per orang, serta naik sampai lantai #57 gedung Marina Bay Sands – free of charge.

Dan sebenarnya, masih ada pe-er itinerary yang pengen dikunjungi kalau ada kesempatan liburan ke Singapore lagi.
1. Main di USS (sekarang harga tiket masuknya sudah mencapai angka SGD 74)
2. Keliling pulau Ubin
3. Ngeliat barang unik-unik di IKEA Tampines
4. Ngebuktiin harga barang-barang yang katanya murah di Changi Point
5. Blusuk-an ke kampung-kampung etnis; kampung Bugis, Chinatown, Little India, dan Arab St.




Once is Never Enough
Singapore Science Center
Chinese Garden
Sentosa Island
Gardens by The Bay

Postingan populer dari blog ini

Review Buku Clever Lands: Motivasi

Gegara punya anak (dan instagram), kebiasaan saya yang lama sempat menghilang. Yakni membaca dan menulis. Sekarang, sedikit sedikit saya ingin mengembalikan kebiasaan baik itu. Dimulai dari membaca. Usai membaca rasanya ingin menuangkannya dalam tulisan dan berbagi ke orang banyak. Gegara punya anak (juga), saya jadi gemar membaca buku parenting dan educating, salah satunya buku berjudul  Clever Lands.  Yang membandingkan sistem pendidikan di lima negara yang dianggap sukses dalam mendidik generasi muda. “Good education is a product of collaboration”. Dimana dipengaruhi oleh beberapa faktor, mulai dari budaya, kebijakan pemerintah, sampai taktik dan strategi untuk meningkatkan motivasi belajar dan mengajar. Motivasi adalah dorongan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang kerap terus melakukan aktivitas belajar dan mengajar. “Motivation 1.0 is simply that we have a drive for survival. Motivation 2.0 is based on the assumption that humans seek reward and avoid puni...

Obrolan di Meja Makan

Entri ini adalah kelanjutan dari obrolan gak penting di meja makan dan terkait dengan status yang dipasang salah satu temen kantor di whatsap-nya – “Menyibak Fenomenalitas Mangkuk Ayam Jago” Cerita ini timbul karena di ruang makan mess, tersedia dua jenis sendok berbeda bentuk, dimana salah satu bentuk sendok tidak lazim digunakan untuk makan. Cerita ini berlanjut ketika kami berempat berdebat mengenai bentuk sendok yang tidak lazim tersebut. Saya dan Candra merasa sendok tersebut tidak cocok digunakan untuk menyuap nasi, dikarenakan bentuknya yang bulat dan terlalu besar dan lebih cocok digunakan sebagai sendok sup. Salah satu teman membela diri dengan pernyataan bahwa sendok inilah yang biasanya digunakan orang-orang Korea untuk makan nasi. Namun, setelah kami bertiga menilik lebih lanjut, bentuk kepala sendok bisa jadi mirip dengan sendok-sendok yang biasa digunakan orang-orang Korea. Tapi dari segi panjang sendok, jelas sangat berbeda dengan sendok Korea, yang setidak...

One Point Five Degree of Separation

  Akhir-akhir ini saya lagi seneng banget dengerin lagu-lagunya The Script. Dan disetiap ada kesempatan karaoke bareng temen-temen kantor, pasti setidaknya ada satu lagu The Script yang kita nyanyiin bareng. Irama yang dimainkan pada setiap lagunya enak banget untuk didengerin sebelum tidur, selagi di bus menuju kantor atau pulang dari kantor, atau selagi nunggu antrian mandi. Kesukaan saya pada lagu-lagu The Script berawal dari irama musiknya yang enak didengar. Entah lagu itu bercerita tentang apa, atau tentang siapa, pokoknya saya langsung jatuh hati pada semua lagunya. Berawal dari suka, saya mulai menyelami setiap lirik pada lagu-lagu The Script. Dan ternyata, hampir disetiap lagunya mengandung makna seorang "brokenhearted man", baik yang digambarkan secara frontal maupun secara eksplisit. Contohnya saja lagu yang paling sering diputer jaman kuliah dulu, “How can I move on when I still in love with you?” … “Thinking maybe you’ll come back here to ...