Langsung ke konten utama

Review Buku Clever Lands (2): Bakat



Melanjutkan review sebelumnya yang sempat tertunda.
Clever Lands. Buku yang memberikan saya pandangan secara unik mengenai sistem pendidikan di lima negara yang dianggap sukses dalam mendidik generasi muda. Pada entri sebelumnya, saya memang lebih focus terhadap tingakatan dalam motivasi belajar dari sudut pandang siswa. Karena buat saya, motivasi belajar ini basic sekali tapi memberikan dampak yang besar terhadap proses belajar-mengajar.
 
Kenapa kita belajar? Kenapa kita sekolah? Apakah supaya pintar? Apakah supaya mendapat nilai yang bagus? Apakah supaya dapat membanggakan orang tua? Apakah agar dapat kuliah di universitas bergengsi? Apakah agar dapat bekerja di perusahaan yang bonafit? Apakah agar mendapatkan gelar, sehingga kita lebih dihargai didepan public? Jadi kenapa kita ingin belajar?

Sampai dengan umur 30 tahun, jawaban kenapa saya ingin belajar adalah apa-apa yang sudah saya jabarkan di atas. Tapi setelah saya memiliki seorang anak, saya sendiri ingin agar anak saya tidak terbebani dengan motivasi yang complicated. Inginnya sederhana saja, khalil ingin belajar ya karena memang ingin tahu, karena ingin paham, dan akan lebih baik lagi jika motivasinya karena ingin berbagi pengetahuan dengan orang lain. Artinya, saya sebagai orang tua harus memikirkan bagaimana cara memupuk rasa ingin tahu anak. Bagaimana cara melatih agar anak selalu bertanya mengenai berbagai hal secara kritis. 

Setelah saya mulai memahami tentang motivasi. Selanjutnya yang tidak kalah penting adalah, bagaimana cara kita menangkap dan mengembangkan potensi yang dimiliki anak. Karena pada dasarnya semua anak berbakat. 

Sayangnya di beberapa negara seperti Singapura, penilaian terhadap potensi anak ini dinilai terlalu dini. Anak-anak sejak usia 12 tahun, sudah dipilah dan dipilih mana yang akan melanjutkan sekolah akademik, dan mana yang akan melanjutkan sekolah kejuruan berdasarkan score ujian nasional Primary School Leaving Examination. Pemerintah memilih kebijakan tersebut juga bukan tanpa alasan. Pemerintah beranggapan demi memajukan perekonomian negara dengan jumlah sumber daya alam yang sangat minim, maka solusinya adalah dengan melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu bersaing.

Singapura

“Singapore separate students out into different life path so early. They decision a system which identify talent as early as possible, so they did not waste resources trying to educate the ungifted in topics they could not handle.”


“This makes it difficult to assess children for their potential at a young age, as some maybe developmentally ahead of their peers early on, but then slow down. Whereas others may have a shaky start but make accelerated progress later on.”


“Selecting early into academic and vocational streams lead to greater inequality, but in countries where the vocational education was work specific, also appears to lead to greater youth employment.”


Berbeda dengan Singapura atau bahkan Indonesia, Finlandia malahan menginginkan kesetaraan pendidikan bagi warganya. Semua sekolah adalah sama. Anak-anak tidak perlu berebut untuk masuk ke sekolah favorit, karena sekali lagi semua sekolah adalah sama. Finlandia juga tidak membedakan antara anak yang cepat dengan anak yang lambat dalam menangkap pelajaran. Semua berbaur dalam satu kelas. Di sekolah saya dulu, sejak kelas 4 SD kami sudah dipisahkan dalam kelas-kelas berdasarkan peringkat. Bayangkan, sejak usia 10 tahun. Alhasil, hamper selama 9 tahun saya sekelas dengan orang yang selalu sama setiap tahunnya.


Finlandia

“In Finland, children don’t start school until the august of the year they turn seven. Children don’t do formal learning at desk in preschool and kindergarten, they learn through playing.”


“The delaying formal schooling has no long-term academic effect, but a suggestion of positive social effect, then why rush in?”


“In Finland, all children were to be educated in the same school with the same curriculum, for nine years rather than four.”


“Should we sacrifice equity and equality for high performance? Or should we sacrifice an education of the brightest children for the benefit of the masses?”


“When you are more talented, you learn, whatever you do. You learn different things when you have to support someone who has not got that kind of talent. And then you have a different level of learning inside your head.”

Saya sempat mengikuti akun beberapa sekolah di social media. Macam @sekolahkembang yang ternyata cikal bakal sekolah ini dimulai dari sebuah kelas kecil di garasi rumah (almh) Ibu Yaya Suwarso. Awalnya, Ibu Yaya mendirikan sekolah karena ingin memberikan teman-teman bermain bagi kedua putranya. Selanjutnya ada juga Sanggar Anak Alam di Yogyakarta. Sanggar Anak Alam meyakini, bahwa untuk menyelenggarakan pendidikan tidaklah cukup hanya dilakukan di dalam ruang kelas antara guru dan siswa. Maka diperlukan proses belajar yang secara holistik terbangun relasi dengan orang tua murid dan lingkungan setempat. Maka proses belajar merupakan gerakan untuk menemukan nilai-nilai serta pemahaman hidup yang lebih baik ― itulah hakekat dari “Sekolah Kehidupan”.

Catatan tambahan:
Juni 2022. Setelah membaca buku ibuk D.K. Wardhani berjudul Homeschooling, semakin membuka pemahaman lagi terkait apa itu belajar/mengajar. Dimana motivasinya ternyata tidak hanya sampai terpuaskannya rasa ingin tahu anak, tapi motivasinya adalah agar anak dapat menjadi makhluk yang bermanfaat. Ilmu yang dipelajari, dihayati, kemudian diamalkan, persis seperti analogi dalam kisah “seonggok kulit pisang.”


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Buku Clever Lands: Motivasi

Gegara punya anak (dan instagram), kebiasaan saya yang lama sempat menghilang. Yakni membaca dan menulis. Sekarang, sedikit sedikit saya ingin mengembalikan kebiasaan baik itu. Dimulai dari membaca. Usai membaca rasanya ingin menuangkannya dalam tulisan dan berbagi ke orang banyak. Gegara punya anak (juga), saya jadi gemar membaca buku parenting dan educating, salah satunya buku berjudul  Clever Lands.  Yang membandingkan sistem pendidikan di lima negara yang dianggap sukses dalam mendidik generasi muda. “Good education is a product of collaboration”. Dimana dipengaruhi oleh beberapa faktor, mulai dari budaya, kebijakan pemerintah, sampai taktik dan strategi untuk meningkatkan motivasi belajar dan mengajar. Motivasi adalah dorongan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang kerap terus melakukan aktivitas belajar dan mengajar. “Motivation 1.0 is simply that we have a drive for survival. Motivation 2.0 is based on the assumption that humans seek reward and avoid puni...

Obrolan di Meja Makan

Entri ini adalah kelanjutan dari obrolan gak penting di meja makan dan terkait dengan status yang dipasang salah satu temen kantor di whatsap-nya – “Menyibak Fenomenalitas Mangkuk Ayam Jago” Cerita ini timbul karena di ruang makan mess, tersedia dua jenis sendok berbeda bentuk, dimana salah satu bentuk sendok tidak lazim digunakan untuk makan. Cerita ini berlanjut ketika kami berempat berdebat mengenai bentuk sendok yang tidak lazim tersebut. Saya dan Candra merasa sendok tersebut tidak cocok digunakan untuk menyuap nasi, dikarenakan bentuknya yang bulat dan terlalu besar dan lebih cocok digunakan sebagai sendok sup. Salah satu teman membela diri dengan pernyataan bahwa sendok inilah yang biasanya digunakan orang-orang Korea untuk makan nasi. Namun, setelah kami bertiga menilik lebih lanjut, bentuk kepala sendok bisa jadi mirip dengan sendok-sendok yang biasa digunakan orang-orang Korea. Tapi dari segi panjang sendok, jelas sangat berbeda dengan sendok Korea, yang setidak...

One Point Five Degree of Separation

  Akhir-akhir ini saya lagi seneng banget dengerin lagu-lagunya The Script. Dan disetiap ada kesempatan karaoke bareng temen-temen kantor, pasti setidaknya ada satu lagu The Script yang kita nyanyiin bareng. Irama yang dimainkan pada setiap lagunya enak banget untuk didengerin sebelum tidur, selagi di bus menuju kantor atau pulang dari kantor, atau selagi nunggu antrian mandi. Kesukaan saya pada lagu-lagu The Script berawal dari irama musiknya yang enak didengar. Entah lagu itu bercerita tentang apa, atau tentang siapa, pokoknya saya langsung jatuh hati pada semua lagunya. Berawal dari suka, saya mulai menyelami setiap lirik pada lagu-lagu The Script. Dan ternyata, hampir disetiap lagunya mengandung makna seorang "brokenhearted man", baik yang digambarkan secara frontal maupun secara eksplisit. Contohnya saja lagu yang paling sering diputer jaman kuliah dulu, “How can I move on when I still in love with you?” … “Thinking maybe you’ll come back here to ...