Langsung ke konten utama

Moral of the Story


Beberapa bulan belakangan ini, sepertinya para pemirsa di tanah air dihebohkan dengan tontonan yang lain dari pada yang lain. Bukan film-film box office, sinetron, ftv, talk show, ataupun sitcom. Melainkan film serial India berjudul Mahabharata. Saya sendiri tidak terlalu tertarik dengan film-film kolosal seperti itu. Tapi anehnya, di mess sendiri yang paling rajin nonton film Mahabharata malahan para mas-mas dan bapak-bapak. Kagetnya lagi, waktu saya pulang kampung lebaran kemarin, di tiap rumah yang saya kunjungi untuk silaturahmi, gak di desa gak di kota, tiap malam pasti yang sedang tune in adalah channel tv ANTV yang sedang memutar episode film tersebut. Ckkckkk. Yang paling bikin salut lagi, selain orang dewasa, ternyata anak SD juga hobi banget nonton serial ini. Sepupu saya yang masih SD aja sampai-sampai hafal dengan nama-nama seluruh tokohnya yang ribet itu (ya iyalah ribet, namanya aja pake istilah bahasa Sansekerta yang kadang ada tiga suku kata). Karena penasaran, saya pernah coba-coba untuk nonton film tersebut dari pertengahan cerita. Yang ada, saya malah bingung nontonya, karena muka-muka pemainnya mirip-mirip semua, susah dibedakan. Aaghgghhh.

Gak menyerah sampai disitu saja, masih penasaran, saya coba beli bukunya di Toga Mas. Saya memilih buku yang ditulis oleh C. Rajagopalachari. Kalau menurut bapak yang saya temui di kereta Legawa, ketika beliau membaca sekilas (sekilas sih, tapi hampir 10 babak!!), katanya sih cerita di buku C.Rajagopalachari sudah cukup menggambarkan cerita aslinya versi India, bukan versi Jawa yang sudah diasimilasi. Buku yang berisi 106 babak, dan setebal 482 halaman ini sudah saya baca hingga pertengahan cerita.  Pandangan saya ketika membaca buku ini “sekilas” adalah menurut saya cerita yang digambarkan buku ini alurnya sangat cepat. Berbeda dengan novel-novel yang pernah saya baca sebelumnya, biasanya karakter serta setting tempat dan waktu digambarkan secara detail. Namun di buku Mahabharata ini hanya penggambaran sederhana saja ditampilkan.

Kalau dari segi isi cerita sendiri, hampir sesuai dengan yang saya bayangkan sebelumnya.  Yang paling membuat pusing adalah silsilah atau hubungan dari tiap-tiap tokoh yang ada dan saling terkait. Mungkin tokoh di cerita Mahabarhata ini bisa mencapai 50 orang atau lebih, dari yang berperan penting, sampai yang biasa-biasa saja. Untuk karakter masing-masing tokoh menurut saya abu-abu sekali, yang jahat terkadang tiba-tiba menunjukkan sikap welas asih. Yang baik tiba-tiba terbakar api dendam dan benci. Bagusnya, banyak pesan-pesan moral yang terselip di setiap babaknya. Contohnya saja:

1.    Babak #3 – Amba dan Bhisma
Seseorang akan menjalani hidup dalam kemurungan dan tanpa harapan jika hatinya selalu dipenuhi oleh rasa duka, kebencian, dan dendam.

2.    Babak #5 – Pernikahan Dewayani
Orang yang tidak mampu mengendalikan amarah akan ditinggalkan oleh para pelayan, teman, saudara, istri, anak, kebajikan, dan kebenaran. Orang yang bijaksana tidak akan memasukkan kata-kata anak muda yang penuh emosi ke dalam hatinya.

3.    Babak #6 – Yayati
Tidak ada yang dapat memuaskan keinginan manusia, hanya keseimbangan jiwa yang mengatasi rasa suka dan tidak suka, yang dapat mengantarkan manusia dalam kedamaian.

4.    Babak #14 – Pandawa Menyelamatkan Diri
Tidak ada orang bijak yang bisa terus-menerus melakukan kebajikan seumur hidupnya. Demikian pula, tidak ada orang jahat yang selamanya berkubang dalam dosa. Tidak ada orang yang sama sekali belum pernah berbuat kebajikan, dan tidak ada orang yang belum pernah berbuat jahat. Setiap orang harus memikul akibat dari perbuatannya sendiri.

5.    Babak #18 – Burung Saranga
Orang yang bijak bisa mencium datangnya bahaya dan tetap bisa menjaga ketenangan pikiran ketika bahaya mendekat.

6.    Babak #19 – Jarasanda
Semangat adalah cikal bakal keberhasilan. Nasib baik akan menghampiri jika kita melakukan tugas dan kewajiban dengan sungguh-sungguh. Bahkan orang yang kuat pun bisa gagal jika ragu-ragu menggunakan kemampuan yang ia miliki. Sebagian besar orang gagal karena mengabaikan kekuatannya sendiri.

7.    Babak #34 – Belajar Saja Tidak Cukup
Belajar tidak bisa disamakan dengan keluhuran budi. Pengetahuan itu harus meresap ke dalam setiap pikiran dan tindakan dalam hidup. Hanya dengan ini, orang bisa menjadi berbudi mulia. Pengetahuan yang tidak diresapi hanya akan menjadi tumpukan keterangan yang membebani pikiran dan tidak menghasilkan keluhuran budi.

8.    Babak #35 – Astawakra
Seorang anak tidak mesti sama seperti ayahnya. Seorang ayah yang lemah raganya, bisa saja memiliki anak yang gagah perkasa. Seorang ayah yang dungu, bisa saja mendapatkan anak yang cerdas. Kita tidak bisa menilai kebesaran jiwa seseorang dari penampilan ragawi atau usia. Penampilan luar bisa menipu.

9.    Babak # 45 – Pangeran Uttara
Rasa takut bersifat instingtif. Namun, bisa dikalahkan dengan kekuatan kehendak dan kekuatan pendorong yang kuat, seperti cinta, rasa malu, benci, atau yang lebih umum, dengan disiplin.


Satu lagi yang paling penting, klimaks dari epos Mahabhrata ini adalah pecahnya perang Bharatayudha di padang Kurusetra. Yang lucunya lagi, ada satu hal dari perang mahadasyat ini yang menggelitik ingatan saya tentang suatu hal yang justru kekanakan sekali, yakni game Clash of Clan. Game ini sedang nge-boom-ing di kantor. Persamaan dari perang Bharatayudha dan game Clash of Clan ini adalah adanya formasi perang yang ternyata bentuknya unik-unik. Di buku Mahabharata, formasi perang ini dikenal dengan istilah wyuha. Pemilihan wyuha disesuaikan dengan situasi., tergantung dari syarat penyerangan dan pertahanan yang akan digunakan. Formasi perang yang pernah digunakan oleh pasukan Kurawa adalah formasi burung garuda, krauncha (burung bangau), formasi melingkar-lingkar, dan kurmawyuha. Sedangkan formasi perang yang pernah digunakan pasukan Pandawa adalah formasi bulan sabit, makara (ikan raksasa dengan kepala bertanduk), wajrawyuha (formasi halilintar), dan formasi trisula (tombak bermata tiga).

wah.wah.wah. 


Formasi Perang Clash of Clans

Postingan populer dari blog ini

Review Buku Clever Lands: Motivasi

Gegara punya anak (dan instagram), kebiasaan saya yang lama sempat menghilang. Yakni membaca dan menulis. Sekarang, sedikit sedikit saya ingin mengembalikan kebiasaan baik itu. Dimulai dari membaca. Usai membaca rasanya ingin menuangkannya dalam tulisan dan berbagi ke orang banyak. Gegara punya anak (juga), saya jadi gemar membaca buku parenting dan educating, salah satunya buku berjudul  Clever Lands.  Yang membandingkan sistem pendidikan di lima negara yang dianggap sukses dalam mendidik generasi muda. “Good education is a product of collaboration”. Dimana dipengaruhi oleh beberapa faktor, mulai dari budaya, kebijakan pemerintah, sampai taktik dan strategi untuk meningkatkan motivasi belajar dan mengajar. Motivasi adalah dorongan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang kerap terus melakukan aktivitas belajar dan mengajar. “Motivation 1.0 is simply that we have a drive for survival. Motivation 2.0 is based on the assumption that humans seek reward and avoid puni...

Obrolan di Meja Makan

Entri ini adalah kelanjutan dari obrolan gak penting di meja makan dan terkait dengan status yang dipasang salah satu temen kantor di whatsap-nya – “Menyibak Fenomenalitas Mangkuk Ayam Jago” Cerita ini timbul karena di ruang makan mess, tersedia dua jenis sendok berbeda bentuk, dimana salah satu bentuk sendok tidak lazim digunakan untuk makan. Cerita ini berlanjut ketika kami berempat berdebat mengenai bentuk sendok yang tidak lazim tersebut. Saya dan Candra merasa sendok tersebut tidak cocok digunakan untuk menyuap nasi, dikarenakan bentuknya yang bulat dan terlalu besar dan lebih cocok digunakan sebagai sendok sup. Salah satu teman membela diri dengan pernyataan bahwa sendok inilah yang biasanya digunakan orang-orang Korea untuk makan nasi. Namun, setelah kami bertiga menilik lebih lanjut, bentuk kepala sendok bisa jadi mirip dengan sendok-sendok yang biasa digunakan orang-orang Korea. Tapi dari segi panjang sendok, jelas sangat berbeda dengan sendok Korea, yang setidak...

One Point Five Degree of Separation

  Akhir-akhir ini saya lagi seneng banget dengerin lagu-lagunya The Script. Dan disetiap ada kesempatan karaoke bareng temen-temen kantor, pasti setidaknya ada satu lagu The Script yang kita nyanyiin bareng. Irama yang dimainkan pada setiap lagunya enak banget untuk didengerin sebelum tidur, selagi di bus menuju kantor atau pulang dari kantor, atau selagi nunggu antrian mandi. Kesukaan saya pada lagu-lagu The Script berawal dari irama musiknya yang enak didengar. Entah lagu itu bercerita tentang apa, atau tentang siapa, pokoknya saya langsung jatuh hati pada semua lagunya. Berawal dari suka, saya mulai menyelami setiap lirik pada lagu-lagu The Script. Dan ternyata, hampir disetiap lagunya mengandung makna seorang "brokenhearted man", baik yang digambarkan secara frontal maupun secara eksplisit. Contohnya saja lagu yang paling sering diputer jaman kuliah dulu, “How can I move on when I still in love with you?” … “Thinking maybe you’ll come back here to ...