Langsung ke konten utama

Ada gak sey? Jangan-jangan kering,,


#Umaylehh#
Yeyyy, liburan. Bagi para pekerja tambang, tanggal merah yang ada di calendar bisa dikatakan tidak ada artinya, sekalipun itu hari Minggu. Tapi beruntung bagi kami, enam tanggal merah di calendar adalah hari yang kami tunggu-tunggu, termasuk tanggal 17 Agustus. Biasanya setiap 17an, para pemuda-pemuda menjadikannya sebagai ajang untuk mendaki puncak gunung, mengibarkan bendera sang saka merah putih, dan menyanyikan lagu “Indonesia Raya” di puncak gunung, entah itu gunung Semeru, gunung Merbabu, gunung Rinjani, atau gunung-gunung lainnya.

Lah terus, untuk kita-kita yang terdampar di Kalimantan, emangnya ada gunung yang bisa didaki. Gak ada gunung, bukit pun jadi. Di Kalimantan Selatan sendiri terdapat satu pegunungan yang cukup terkenal, yakni pegunungan Meratus (*dengan puncak tertingginya sekitar hanya 1400 mdpl). Dan di wilayah sekitar pegunungan Meratus ini, terdapat satu kecamatan yang juga cukup terkenal akan wisata alamnya, yakni Loksado. Dua wisata alam yang seru di Loksado adalah bamboo rafting dan air terjun. Untuk mengisi liburan kali ini, kami memutuskan untuk trekking mendaki bukit hingga mencapai air terjun.

Diawal jalur trekking, di kanan dan kiri jalan, akan kita temui rumah-rumah penduduk asli keturunan suku Dayak (*disini masyarakatnya sudah cukup modern, jadi beruntunglah teman saya yang keturunan setengah Madura). Sebagian besar masyarakat disini menganut agama Hindu. Namun, ajaran mereka agak sedikit berbeda dengan ajaran Hindu yang sering kita temui di Bali. Hasil alam asli daerah Lokaso adalah kemiri dan kayu manis. Dua hasil alam ini akan banyak kita temui di teras rumah penduduk, dan dapat langsung kita beli dari penduduk sekitar.  
  


Keputusan kami untuk trekking selama dua setengah jam di bawah terik matahari, dirasa cukup konyol oleh penduduk asli wilayah tersebut, yang mana mereka sendiri bahkan tidak pernah berjalan kaki sampai ke air terjun tersebut. Penduduk sekitar menyediakan jasa antar jemput sampai ke air terjun dengan mematok harga enam puluh lima ribu rupiah per orang dengan berkendara motor selama setengah jam. Hal yang paling saya takutkan adalah, setelah perjalanan yang melelahkan ini, dengan persediaan air minum yang terbatas, kami akan dikecewakan oleh kondisi air terjun dengan debit air yang mulai menipis (* pikiran bodoh ini terinspirasi oleh air terjun Kaliurang). Ketika kami berpapasan dengan seseorang, yang memberikan kabar baik, kalau air terjun tersebut sudah dekat, pikiran bodoh itu semakin menjadi-jadi, karena tidak ada suara gemericik air yang bisa kami dengar, bahkan ketika kami akan sampai ke tujuan!



Namun, setelah penantian panjang dan setelah bersusah payah menyeret kaki ini, akhirnya suara air yang dinanti-nanti terdengar juga. Aggghhhh, finally.  


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Buku Clever Lands: Motivasi

Gegara punya anak (dan instagram), kebiasaan saya yang lama sempat menghilang. Yakni membaca dan menulis. Sekarang, sedikit sedikit saya ingin mengembalikan kebiasaan baik itu. Dimulai dari membaca. Usai membaca rasanya ingin menuangkannya dalam tulisan dan berbagi ke orang banyak. Gegara punya anak (juga), saya jadi gemar membaca buku parenting dan educating, salah satunya buku berjudul  Clever Lands.  Yang membandingkan sistem pendidikan di lima negara yang dianggap sukses dalam mendidik generasi muda. “Good education is a product of collaboration”. Dimana dipengaruhi oleh beberapa faktor, mulai dari budaya, kebijakan pemerintah, sampai taktik dan strategi untuk meningkatkan motivasi belajar dan mengajar. Motivasi adalah dorongan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang kerap terus melakukan aktivitas belajar dan mengajar. “Motivation 1.0 is simply that we have a drive for survival. Motivation 2.0 is based on the assumption that humans seek reward and avoid puni...

Obrolan di Meja Makan

Entri ini adalah kelanjutan dari obrolan gak penting di meja makan dan terkait dengan status yang dipasang salah satu temen kantor di whatsap-nya – “Menyibak Fenomenalitas Mangkuk Ayam Jago” Cerita ini timbul karena di ruang makan mess, tersedia dua jenis sendok berbeda bentuk, dimana salah satu bentuk sendok tidak lazim digunakan untuk makan. Cerita ini berlanjut ketika kami berempat berdebat mengenai bentuk sendok yang tidak lazim tersebut. Saya dan Candra merasa sendok tersebut tidak cocok digunakan untuk menyuap nasi, dikarenakan bentuknya yang bulat dan terlalu besar dan lebih cocok digunakan sebagai sendok sup. Salah satu teman membela diri dengan pernyataan bahwa sendok inilah yang biasanya digunakan orang-orang Korea untuk makan nasi. Namun, setelah kami bertiga menilik lebih lanjut, bentuk kepala sendok bisa jadi mirip dengan sendok-sendok yang biasa digunakan orang-orang Korea. Tapi dari segi panjang sendok, jelas sangat berbeda dengan sendok Korea, yang setidak...

One Point Five Degree of Separation

  Akhir-akhir ini saya lagi seneng banget dengerin lagu-lagunya The Script. Dan disetiap ada kesempatan karaoke bareng temen-temen kantor, pasti setidaknya ada satu lagu The Script yang kita nyanyiin bareng. Irama yang dimainkan pada setiap lagunya enak banget untuk didengerin sebelum tidur, selagi di bus menuju kantor atau pulang dari kantor, atau selagi nunggu antrian mandi. Kesukaan saya pada lagu-lagu The Script berawal dari irama musiknya yang enak didengar. Entah lagu itu bercerita tentang apa, atau tentang siapa, pokoknya saya langsung jatuh hati pada semua lagunya. Berawal dari suka, saya mulai menyelami setiap lirik pada lagu-lagu The Script. Dan ternyata, hampir disetiap lagunya mengandung makna seorang "brokenhearted man", baik yang digambarkan secara frontal maupun secara eksplisit. Contohnya saja lagu yang paling sering diputer jaman kuliah dulu, “How can I move on when I still in love with you?” … “Thinking maybe you’ll come back here to ...